Arti Sesungguhnya Kobaran Api Asian Games

     Di sebuah hutan tropis yang lebat, hiduplah sebuah legenda. Legenda yang sudah diketahui setiap penduduk hutan. Legenda tentang tiga petualang yang pertama kali menyalakan api abadi dari obor Asian Games. Tempat api abadi itu ada di dalam Kuil Mrajateng. Tiga petualang ini berasal dari tiga suku yang berbeda. Mereka semua saling bahu-membahu untuk menyalakan api abadi Asian Games. Setiap 4 tahun sekali keturanan dari setiap suku ini akan melakukan hal yang sama seperti leluhur sebelumnya. Bertualang dan menghadapi rintangan demi menyalakan kobar api Asian Games. Kini sudah sampai pada para petualang generasi ke 18.

     Petualang pertama yang terpilih bernama Bhin Bhin. Ia berasal dari Suku Cendrawasih. Sukunya terkenal akan otaknya yang pandai dan cerdas dalam menyusun strategi. Jadi bisa dibilang perwakilan dari sukunyalah yang selalu menjadi otak dalam rombongan. Tak ada yang dapat meragukan tentang kepandaian Suku Cendrawasih.

     Petualang kedua yang terpilih bernama Atung. Dia berasal dari Suku Rusa Bawean. Orang-orang dari sukunya terkenal akan kecepatan dalam berlari. Mereka cepat dan juga lincah dalam berlari. Takkan ada penduduk hutan yang berani menantang suku ini untuk lomba lari. Merekalah yang tercepat di hutan tersebut. 

     Petualang ketiga yang terpilih bernama Kaka. Dia berasal dari Suku yang terkenal akan kekuatan fisik yang tidak bisa diragukan lagi. Suku tersebut ialah Suku Badak Cula Satu. Kekuatan fisik dari suku ini ada di urutan satu jika dibandingkan dengan suku-suku lainnya di hutan tersebut. 


     Esok mereka bertiga akan memulai perjalanan membawa obor dari nyala api abadi di Kuil Mrajateng untuk mengobarkan api di Monumen Najak. Salah satu monumen yang paling berarti bagi rakyat hutan, monumen itu merupakan peninggalan leluhur mereka. Mereka harus saling melengkapi satu sama lain agar dapat mengobarkan api di sana.

    Mereka bertiga sudah berkumpul di garis start pada saat matahari akan terbit, di Kuil Mrajateng. Inilah hari dimulainya petualangan mereka. Menerjang rintangan tanpa putus asa dengan bekerja sama. Kini mereka sudah menguatkan langkah untuk terus maju membawa api obor Asian Games  menuju  ke Monumen Najak untuk mengobarkan api abadi ke-18 di sana.

     Setelah sekitar 8 jam dari start, mereka sudah menemukan rintangan pertama. Sebuah dinding tinggi yang tebal berdiri kokoh di depan mereka bertiga. Bhin Bhin memang bisa saja membawa obor dan terbang di atasnya, namun tak mungkin dia akan meninggalkan Kaka dan Atung. Bhin Bhin pun memikirkan cara agar mereka bertiga dapat melawati dinding tersebut.

     "Kaka, bisakah kamu melubangi dinding ini dengan mendrobaknya ?" ucap Bhin Bhin. Kakak mengangguk, ia pun mengambil ancang-ancang lalu mulai meninju diding tersebut. Tinjuan yang kuat bertubi-tubi mengenai dinding tersebut. Setelah lima menit berlalu dinding tersebut berlubang dan mereka bisa melewatinya. Dengan kekuatan dari Kaka dan strategi Bhin Bhin mereka bisa melewatinya.  Itulah kerja sama tim yang baik.


     Di tengah perjalanan, Atung terlihat sangat murung. Ia merasa tidak bersemangat dan terlihat lesuh. Bhin Bhin dan Kaka pun bertanya kepadanya. Mereka berdua penasaran apa yang sebenernya terjadi dengan Atung, sahabat mereka.

     "Atung, apakah kau baik-baik saja ?" tanya Kaka
     "Iya, kelihatannya kau sangat murung," lanjut Bhin Bhin
     Atung yang sedari tadi membawa obor yang di atasnya menyala api abadi dari Kuil Mrajateng pun mulai mengeluarkan keluhannya. "Kaka, Bhin Bhin," kata Atung, "Apakah kalian merasa aku yang paling tidak berguna di rombongan kita?" Tanya Atung dengan wajah yang muram.

     "Tentu saja tidak Atung, kamu sudah berguna bagi rombongan kita," kata Kaka
     "Betul yang dikatakan Kaka, memangnya kamu tidak sadar yang dari awal membawa obor Asian Games itu kamu," lanjut Bhin Bhin, "bukan pekerjaan yang mudah untuk terus membawa obor tersebut berkilo-kilometer ."
      Atung tertunduk, mungkin ia sudah menyalahkan dirinya sendiri. Ia merasa bahwa ia satu-satunya anggota rombongan yang paling tak berguna. Nyatanya tidak, mereka bertiga punya peran masing-masing. Tak perlu menyalahkan diri sendiri, teruslah maju melangkah, hilangkan pikiran negatif dari otakmu. Jadilah dirimu sendiri, dan bergunalah bagi orang lain.

     "Hmmm, kalian benar, aku ternyata salah," jawab Atung, "baiklah, mari kita lanjutkan perjalan kita, sebentar lagi matahari akan tenggelam, sekitar satu jam lagi waktu kita hampir habis dan jarak kita dengan monumen itu masih jauh."
     "Iya kau benar, ayo kita  lanjutkan perjalan kita dengan semangat!" Seru Kaka

     Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka dengan semangat. Masih seperempat jalan lagi. Saat mereka sedang asik berjalan, mereka tak sadar kalau beberapa meter di depan mereka terdapat lumpur hisap. Lumpur yang akan menghisap siapa saja yang berjalan di atasnya.

     Saat jarak mereka sudah setengah meter dari lumpur tersebut, Atung menyadarinya dan langsung berseru keras. "Kaka, Bhin Bhin awas di depan !!!" Namun terlambat, Bhin Bhin dan Kaka sudah terhisap lumpur tersebut. Hanya Atung yang sempat menghindar dengan melompatinya. Atung merasa sedih melihat kedua sahabatnya terperosok dan terjebak di sana.

     "Bhin Bhin, Kaka tenanglah aku akan menyelamatkan kalian," seru Atung ke kedua temannya itu, "tenang saja."
     "Jangan, biarlah kami tetap di sini menunggu agar lumpur ini melepaskan kami, sekitar satu jam," kata Bhin Bhin.
     "Benar kata Bhin Bhin, waktu kita tinggal sekitar 10 menit lagi dan jarak ke Monumen Najak," timpal Kaka, "kamu yang paling cepat di rombongan kita dan kamu yang tidak terjerat lumpur ini, segeralah lari dan bawalah obor Asian Games ke monumen."

     Atung terdiam, kini harapan Asian Games ada di tangannya. Kini ia harus berlari secepat-cepatnya pergi ke monumen dan mengobarkan api Asian Games di sana. Atung mengangguk ke arah kedua temannya, dan kini ia langsung berlari dengan cepat menuju monumen.

     Tinggal dua menit lagi, jarak Atung ke Monumen Najak tersisa tiga kilometer. Sebentar lagi matahari akan terbenam. Karena sebenarnya api di obor Asian Games hanya akan bertahan jika matahari masih bersinar. Jarak Atung ke monumen tinggal satu kilometer lagi. Saat detik-detik terakhir Atung berhasil mengobarkan api di Monumen Najak. Perjuangan sungguh-sungguh yang ia kerjakan membuahkan hasil yang memuaskan. Ia duduk kelelahan di samping tempat kobaran api.

     Kini ia tersadar bahwa sebenarnya dirinya itu bukannya tidak berguna melainkan belum saatnya ia menunjukan perannya di sana. Ia telah menunjukan perannya, perannya di detik-detik akhir. Dan juga, kobaran api Asian Games yang sesungguhnya bukanlah kobaran api abadi di Kuil Mrajateng atau kobaran api di Monumen Najak tadi. Melainkan kobaran api semangat yang ada di dalam jiwa kita semua. Jiwa para pejuang.

Selesai.





Sumber Gambar

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghlxkHVcWsY3PURNnUfJ8m_JMEFk4JVVO1iHRV20keQqJR3Jf2qQeMq-G6waUgGlxbxhVVwSxUbso2gy_79xQ6JdC3acdE73uTyPKLPE0p6gBZGRLwVtDJK7M-P5xTHo4B0VgOgY5AgvQ/s1600/Obor_1.gif

   

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alasan Saya Memilih SMAN 68 Jakarta

Kisah Inspiratif : Ayu Si Peringkat Terakhir